Karena menunggu penyelesaian Dinar di Logam Mulia dan PERURI yang memerlukan waktu sekitar 2- 4 Minggu; mohon agar para calon pembeli Dinar meng-confirm lebih dahulu ke kami sebelum melakukan transfer.

JAM KERJA
Jam & Hari Kerja : 08.00 - 16.30 (BBWI) ; Senin - Jum'at (kecuali hari libur nasional). Untuk keterangan lebih lanjut, silahkan hubungi kami di Pusat Layanan.

Thursday, November 24, 2011

Mencegah Musibah, Mengharap Berkah…

Oleh Muhaimin Iqbal
Rabu, 16 November 2011 06:54

Berita utama di harian kompas hari ini (16/11/2011) diberi judul “Banjir Masih Ancam Ibukota”, yang isinya menuding hujan sebagai potensi tiga musibah besar yang harus diantisipasi. Tiga musibah besar tersebut adalah banjir lahar dingin Merapi, luapan Bengawan Solo dan banjir di Ibukota – semuanya menuding musim hujan sebagai penyebabnya. Saya tidak tahu apakah masyarakat yang meng-kambing hitam-kan hujan sebagai musibah ini , karena pengalaman buruknya atau karena ketidak tahuannya – tetapi secara pribadi saya sendiri selalu merasa senang ketika hujan turun, mungkin ini karena pengalaman yang panjang sedari kecil.

Ketika hujan turun di masa kanak-kanak, orang tua kami mengijinkan anaknya untuk main ‘hujan-hujanan’ sampai puas, bahkan ketika banjir tiba menjadi kesempatan untuk bermain perahu getek dari gedebog. Ketika mulai sekolah, setiap hujan deras menjadi kesenangan tersendiri – karena pak Guru dan Bu Guru mentolerir keterlambatan atau bahkan sekolah diliburkan.

Ketika di awal karir bekerja naik bis di Jakarta yang panas, hujan menjadi penyejuk di bis-bis yang tidak ber- AC dan pimpinan di kantor juga mentolerir datang terlambat. Ketika menjadi pimpinan di kantor, hujan menjadi pengurang pressure hari itu karena ada kegiatan ekonomi yang slowing down – yang kadang memang diperlukan agar orang tidak stress dengan kerja marathon-nya.

Mungkin Anda bertanya, bagaimana dengan orang-orang yang setiap musim hujan terkena banjir ?, apakah mereka bisa juga menikmatinya ketika hujan turun ?. Di sinilah tantangannya !.

Bahwasanya hujan itu berkah dan sumber rezeki, Allah sendiri yang menjanjikanNya : “Dan Kami turunkan dari langit air yang penuh berkah lalu Kami tumbuhkan dengan air itu pohon-pohon dan biji-biji tanaman yang diketam, dan pohon kurma yang tinggi-tinggi yang mempunyai mayang yang bersusun-susun, untuk menjadi rezeki bagi hamba-hamba (Kami), dan Kami hidupkan dengan air itu tanah yang mati (kering). Seperti itulah terjadinya kebangkitan.” (QS 50 : 9-11)

Bila realita yang kita hadapi ternyata hujan menjadi musibah, sangat bisa jadi itu karena kelalian kita sendiri semua. Para pengusaha yang memotong pohon dan menghabiskan lahan-lahan resapan air, membangun bangunan-bangunan yang tidak memperhatikan dampaknya pada lingkungan, para penguasa yang memberinya ijin dan tidak memikirkan akibat dari kebijakan yang dikeluarkannya, dan juga masyarakat yang membuang sampah seenaknya ke sungai-sungai dan saluran air dlsb.dlsb.

Ironinya adalah ketika musim kemarau tiba, rakyat kecil di perkotaan menjerit dengan mahalnya air – tetapi ketika air itu datang melimpah, dia hanya dibiarkannya berlalu menjadi musibah. Lantas apa yang bisa kita lakukan sekarang ?.

Atas dasar keyakinan bahwa hujan itu berkah dan sumber rezeki, kami di Pesantren Al-Qur’an dan Wirausaha Daarul Muttaqiin – Jonggol, kini berusaha secara harfiah ‘menangkap’ berkah dan rezeki yang datang bersama hujan tersebut. Upaya ini kami wujudkan dalam sebuah project yang kami beri nama Waduk Tadah Berkah (WTB), yang sebenarnya berupa waduk mini yang berfungsi sebagai tadah hujan.

Semasa musim hujan, air yang turun di lingkungan komplek pesantren (sekitar 11 ha) di alirkan melalui parit-parit kecil agar mengumpul di WTB. Dengan cara ini aliran air menjadi terarah menuju suatu lokasi yang memang sudah dipersiapkan. Air yang mengumpul ini diharapkan akan bertahan di musim kemarau sekalipun, sehingga bisa digunakan untuk menyuburkan lahan sekelilingnya disamping untuk memenuhi kebutuhan air bersih (setelah di proses) untuk keperluan air wudhu, air minum dlsb. WTB juga bisa menjadi sumber protein hewani dari ikan yang akan ditaburkan benih didalamnya.

Bagaimana mempertahankan air agar tidak habis ?. Ada dua cara untuk ini, pertama pendekatan natural – yaitu kita biarkan dasar WTB tanah aslinya, bila tanahnya tetap mampu menahan air tidak habis sepanjang musim kemarau sekalipun – maka ini yang ideal karena ecosystem air tawar bisa berkembang secara sempurna.

Namun bila ternyata nanti melewati kemarau panjang air habis terserap ketanah, kami akan gunakan geomembran sehingga di musim kering berikutnya air diharapkan tidak habis.

Pilot Project : Waduk Tadah Berkah (WTB)

Pilot Project : Waduk Tadah Berkah (WTB)

Mahalkah project semacam ini ?, insyaallah tidak. Bila contoh pengelolaan air hujan dengan WTB ini berjalan efektif, maka sesungguhnya setiap kelurahan atau desa dapat membuatnya satu WTB di daerah masing-masing. Melalui cara ini sekali merangkuh dayung, dua tiga pulau akan terlewati. Banjir dicegah karena di setiap lingkungan yang kecil air hujan dikelola dan diarahkan ketempat-tempat yang sudah dipersiapkan; kemudian air yang di tampung tersebut akan menjadi sumber air baku untuk berbagai keperluan di daerah tersebut selama musim kemarau. Bayangkan kalau ini terjadi secara masal di seluruh Indonesia, lahan-lahan gersang akan menjadi subur karena tersedia air sepanjang tahun - dan cadangan air jangka panjang untuk anak cucu-pun akan terbangun kembali melalui air-air yang ditampung maupun diresapkan melalui WTB-WTB tersebut.

Mengapa waduk atau bendungan besar tidak menjadi solusi yang efektif ?. Ini karena sifat air hujan yang menyebar secara luas. Bila waduk terlalu besar, diperlukan berbagai infrastruktur yang berat untuk menampung air hujan di areal yang sangat luas dan diarahkan ke waduk besar tersebut. Jadi solusi WTB-WTB kecil insyaallah akan lebih efektif dan murah ketimbang membuat satu dua waduk skala besar.

Bila kita bisa mengelola air hujan ini dengan baik, tidak menimbulkan musibah tetabi malah menjadi berkah dan sumber rezeki, maka tidak akan susah untuk mengubah persepsi tentang hujan ini. Yang punya pengalaman buruk karena kebanjiran di musim hujan bisa terobati luka di memorinya, bagi yang punya pengalaman baik dengan hujan dapat terus membangun memori yang indah tentang hujan, tentang berkah dan rezeki yang memang perlu terus disyukuri ini. InsyaAllah.

Pilihan Investasi : Antara Saham vs Emas…

Oleh Muhaimin Iqbal
Kamis, 24 November 2011 08:51

Saya sering sekali mendapatkan pertanyaan yang terkait pilihan investasi antara saham atau emas, baik dari kalangan investor individu maupun korporasi. Saya sudah pernah menulisnya dari thesis S 2 Ibu Sri Pangestuti lebih dari setahun lalu – juga dalam beberapa tulisan sebelumnya, namun karena masih banyak pertanyaan dan juga sambil meng-update data – analisa sejenis saya munculkan lagi dalam tulisan ini dengan data yang lebih baru.

Data-data yang saya gunakan dalam tulisan ini berasal dari dua sumber yaitu dari Kitco untuk data emas, dan dari saluran Yahoo Finance untuk data bursa saham dunia yang terwakili oleh Dow Jones Industrial Average (DJIA) maupun saham-saham di Indonesia Stock Exchange yang terwakili melalui IHSG-nya. Masing-masing saya ambil data untuk lima tahun untuk dapat menggambarkan situasi yang berkembang dalam perekonomian Indonesia maupun global akhir-akhir ini.

Saya tidak akan gunakan analisa teknis, tetapi cukup dengan menggunakan tiga ilustrasi dibawah untuk memberi gambaran mana yang lebih menarik bila harus memilih investasi antara saham atau emas.

Grafik pertama dibawah memberikan ilustrasi kinerja saham-saham di dunia yang terwakili oleh DJIA. Dengan mudah kita bisa melihat bahwa kinerja DJIA cenderung menurun dari kisaran angka 12,500 ke kisaran 11,500 dalam lima tahun terakhir, sebaliknya pada periode yang sama harga emas melonjak dari kisaran angka US$ 600-an/ozt ke kisaran angka mendekati US$ 1,800/ozt.

Emas vs Dow

Emas vs Dow

Artinya untuk jumlah emas yang sama yang Anda miliki lima tahun lalu, rata-rata akan mendapatkan tiga kali jumlah saham yang lebih banyak bila Anda belanjakan untuk membeli saham-saham perusahaan kelas dunia di bursa internasional. Grafik kedua dibawah menggambarkan hal ini dalam bentuk trend Dow Gold Ratio.

Dow Gold Ratio

Dow Gold Ratio

Lantas bagaimana kinerja saham yang ada di Indonesia ?. Rata-rata lima tahun terakhir memang lebih baik dari saham di bursa global, namun tetap belum bisa melebihi kinerja emas dalam periode yang sama. Lebih jauh lagi dalam grafik dibawah, kita bisa tahu bahwa kinerja saham ternyata lebih berfluktuasi atau lebih beresiko ketimbang emas. Artinya trend lima tahun terakhir masih sejalan dengan trend yang lebih panjang yang dikaji oleh Ibu Sri Pangestuti dalam thesisnya tersebut diatas, bahwa emas memberikan hasil lebih baik dan dengan resiko yang lebih kecil.

Emas vs IHSG

Emas vs IHSG

Tetapi bagaimana dengan sektor riil bila orang terus rame-rame pindah ke emas ?, inilah yang sering saya sampaikan bahwa emas hanyalah untuk mempertahankan nilai agar hasil jerih payah kita tidak tergerus oleh inflasi. Investasi idealnya adalah bila kita bisa memutar sendiri dana kita di sector riil dengan baik, insyaallah hasilnya akan lebih baik dari emas dan otomatis akan lebih baik dari saham karena ternyata saham tidak lebih baik dari emas seperti yang ditunjukkan oleh grafik-grafik tersebut diatas.

Inilah jawaban saya untuk Anda yang masih menanyakannya. Wa Allahu A’lam.